Menanggapi maraknya aksi intoleransi yang terjadi di Indonesia seperti penutupan gereja dan aksi-aksi sepihak yang menyebabkan perpecahan antara warga, dinilai penulis buku “Orang-orang Hebat – Dari Mata Kaki Ke Mata Hati” Emanuel Dapa Loka sebagai bentuk ketertutupan yang hasilnya tidak bisa memahami keyakinan orang lainnya.
“Hal itu karena ketertutupan. Ketertutupan menyebabkan kekerdilan jiwa. Lalu tidak bisa memahami yang lain. Dulu gereja Katholik itu tertutup. Tapi pasca Konsili Vatikan kedua, Paus Yohanes XXIII mengatakan Aggiornamento yang artinya bukalah jendela-jendela ini supaya udara luar itu masuk kedalam. Dan itu yang dilakukan, dan semangat itu ada pada Paus seterusnya,” ujarnya kepada Jawaban.com dalam launching bukunya di Jakarta Media Center, Kamis (26/9).
Untuk itu Emanuel menyarankan agar siapapun yang masih tertutup pola pikirnya untuk mulai membuka diri. “Nah apa yang harus dilakukan, buka diri. Saya kira kita juga tidak bisa menyalahkan kaum radikal itu. Memang mereka baru sampai disitu. Sekarang harusnya dikondisikan agar mereka mau membuka diri. Mengharapkan mereka untuk membuka diri memang sulit,” tukasnya.
Emanuel memberi contoh bahwa salah satu tokoh garis keras yang mendapat pencerahan dan bahkan kini menjadi tokoh pluralisme di Indonesia adalah Ahmad Syafii Maarif. “Professor Syafii Maarif adalah orang yang dulunya keras, garis keras. Tapi kemudian dirinya mengalami pencerahan-pencerahan yang dengan tidak sengaja dialaminya sendiri. Nah kini dia jadi tokoh pluralisme. Kita juga harus banyak kontribusi kepada mereka. Jangan kita berharap terlalu banyak pada mereka,” tutupnya.
Baca Juga Artikel Lain
Sumber : Jawaban.com | Daniel Tanamal